Judul : Lindungi Aku dari Mereka

Bab : 1

Pasangan : Inggris/Arthur x Amerika/Alfred

Peringatan : CL, GL (Galaksi Lain)

Semua karakter disini bukan milikku. Mereka semua dari Axis Power Hetalia.


Permulaan


“Heei Arthur! Lambat banget sih lo! Hahahaha dasar orang tua!”

Kulihat dia berlari bagaikan anak kecil melewati taman yang menengahi tempat tinggal kami. Padahal dia ini sudah berumur 18 tahun, tidak bisakah dia dewasa sedikit? seenaknya saja memanggilku orang tua! aku ini seorang lelaki berumur 23 tahun yang sedang menjalani kuliah jurusan sosial dan politik semester lima di Universitas Indonesia tahu! Seharusnya aku tak disini mengurusi dia yang baru saja lulus SMAnya. Aku mulai mengejarnya sambil mendumel.

Rencana kami saat ini adalah merayakan kelulusan si bodoh itu di sebuah restoran Amerika. Mungkin kita akan makan di Pizza Hut atau Mcd seperti biasa. Dia memang sangat menyukai Hamburger dan Pizza, mungkin karena itu badannya besar dan berisi. 

“Hei Arthur, kenapa cemberut? Seharusnya lo tuh seneng! Gue yang traktir lho!” teriaknya dengan penuh semangat menghadapku yang ketinggalan berapa meter darinya.

“Kamu tahukan kalau aku ini sedang sangat sibuk? Awas saja kalau aku ke-DO. Pokoknya semuanya salahmu.” Kubalas dia sambil mulai mempersempit jarak diantara kami.

“Aahh, lo inikan pintar dan rajin. Satu hari ga belajar ga akan bikin lo bodohkan? Lagian hari ini spesial! Sang Hero lulus dari sekolahnya! itu HARUS dirayakan!”

“Terserah kau saja. Mari kita selesaikan perayaan ini dengan cepat.”

“Asyiik! Lo emang yang terbaik Arthur!” ia mengeluarkan senyuman andalannya. Sungguh aku tak berkutik ketika ia melakukan itu.

Akhirnya kami sampai di halte bis di depan rumahnya. Halte bisnya agak kotor dan tidak terawat. Beda sekali dengan halte bis di dekat rumahku. Kuduga  sebagian besar dialah yang menyebabkan hal ini. Rumahnya dapat terlihat dari seberang halte bis tersebut. Cukup besar, rapi dan banyak pepohonan. Rumahnya terlihat megah dari sini dan sudah beberapa waktu aku tak main ke sana.

Akhirnya bis kami datang dan kami segera menuju ke arah Mcd di lingkungan kami. Aku duduk santai di dalamnya, mulai mengeluarkan buku novel klasik Inggris yang terhenti di tengah -tengahnya. Sedangkan si bodoh sedang mendengarkan I-podnya sambil bersenandung pelan mengikuti nada musiknya. Di dalam bis itu cuma ada 5 orang , aku, si bodoh, supir bisnya, seorang wanita yang duduk di pojok belakang bis dan seorang lelaki kantoran yang bolos. 

Tak berapa lama kemudian akupun mulai terganggu dengan suara musik Alfred yang terdengar dari earphonenya. Aku takkan heran jika ia tiba-tiba menjadi tuli. Kupandang pemandangan di luar jendela, sepertinya sebentar lagi kami akan sampai. Kucoba membangunkan sang pangeran tidur dari tidur lelapnya dengan menggoncang tubuhnya. Dia tak bergeming. Kucoba mencopot ear phonenya dan berteriak di kupingnya, itu juga tak berhasil. Akhirnya kupakai kartu asku yaitu, 

“HAMBURGER RAKSASA!!” Kuteriakan nama makanan perkutuk kesukaannya.

Ia langsung terkesiap dan bangun sambil mencari-cari makanan tersebut, tetapi ia tidak menemukan apa-apa. Ia terduduk lemas disampingku.

“haah.. Arthur.. sumpah tadi gue mimpi ketemu ama Hamburger raksasa lho..” Dia bercerita dengan suara yang agak semangat. Mulutku tersenyum sedikit tak kuat menahan rasa ingin tertawa,“Oh begitu? Sabar saja. Sebentar lagi juga kita sampai di ‘Hamburger’mu tercinta.”

Begitu sampai di dekat halte tempat kita berhenti, kupinta pada supir bisnya untuk berhenti. Aku meraih tasku yang kusimpan di bawah tempat dudukku dan berdiri, bersiap-siap untuk turun dari bis. Alfred juga melakukan hal yang sama. Kami turun dari bis dan berjalan ke Mcd yang teletak tak jauh dari halte. 

“Hei Arthur. Gimana UI?”

Aku tersentak sebentar, kaget Alfred menanyakan tentang kuliahku.” Sibuk. Banyak tugas. Itu saja.”

“Oh gitu? Si Jablay juga kesitu?”

Aku tahu siapa yang dia maksud. Aneh dia menanyakan hal itu, diakan sangat membenci dia. “Tentu saja. Kitakan satu jurusan.”

“Jadi lo sekelas sama dia?”

“Ya, kebanyakan. Soalnya absen nama kitakan tidak begitu jauh. Dia hampir mau ke kelas lain sih. Absen paling terakhir di kelasku."

“Kamu sering jalan sama dia di kuliah kalo gitu.” Kukira ia bertanya tetapi ternyata tidak. Nadanya berubah menjadi agak kesal. Aku terheran-heran dengan sikapnya itu. Tidak biasanya dia bersikap begitu.

“Emang kenapa?”

“Ga, ga ada apa-apa.” 

Kutatap wajahnya, bingung dengan sikapnya yang tidak normal. Sudah lama aku berkuliah. kenapa baru sekarang dia bertanya?

Dia membuka pintu Mcd dengan penuh semangat dan berlarian ke arah kasir, Tak sabar untuk memesan 10 BigMac dan 15 French Fries dan 5 Coca Cola. Kuucapkan apa saja yang ingin kumakan lalu kutitipkan uang padanya, tetapi dia menolak.

“Kan sudah gue bilang kalau gue yang traktir lo. Ga dengar ya pak tua? Kalau mau jadi berguna, kenapa ga cari tempat duduk aja?”

Aku ragu untuk pergi meninggalkannya. Karena dia melindungiku dari ‘itu’ dan aku tak mau bertemu dengan ‘itu’ lagi. Alfred bingung kenapa aku tak kunjung pergi darinya dan melaksanakan tugas yang diberikannya. Setelah beberapa detik kemudian, akhirnya dia sudah tak sabar lagi.

“Arthuur, kenapa ga nyari tempat duduk? Nanti mau makan berdiri? Jangan main-main dong.”

Sejenak aku tak mau beranjak dari tempatku berdiri, tetapi akhirnya dengan ragu-ragu aku pergi mencari dua bangku yang kosong. Kulihat sekelilingku, tumben Mcd sepi. Aku mulai bergidik sambil berdoa agar ‘itu’ tidak muncul. Kutemukan bangku ditengah-tengah Mcd. Dibelakang bangkuku ada satu tiang. Aku yakin mereka takkan muncul. Aku duduk bersender pada dinding sambil menutup mataku, berusaha untuk bersantai. Alfred takkan lamakan?

Setelah beberapa saat, tiba-tiba tubuhku merinding, udara disekitarku berubah menjadi dingin, dan nafasku mulai tak teratur. Kucoba membuka mataku tetapi tak bisa. Tolong jangan bilang ‘itu’ datang lagi. Badanku lumpuh, kucoba gerakan tetapi mereka tak mau menurut. Keringat dinginku mulai bercucuran. 

Tiba-tiba leherku seperti tersentuh sesuatu yang kasar, keras, dan membekukan, aku semakin sulit bernafas. Aku mencoba meraba ‘sesuatu’ yang menyentuh leherku, dan aku semakin yakin bahwa ‘itu’ telah datang menjemputku.

‘sesuatu’ terbentuk seperti tangan tetapi banyak yang bolong-bolong dan di dalam bolongan itu terasa basah dan bau menusuk. terkadang terasa seperti sesuatu bergerak-gerak di dalamnya. ‘tangan’ itu terasa kasar dan dingin tetapi panjang dan lentik. kukunya (menurutku) panjang dan tajam, seolah-olah jika ditusuk oleh itu akan mati seketika. 

‘Tangan’ itu mulai mencekikku lebih keras, dan aku mulai megap-megap demi mengambil udara yang mulai susah diserap. Kucoba melepas tangan itu tetapi kekuatannya lebih besar daripada aku. Kurasakan kuku-kukunya menancap di kulit leherku. Aku ingin mengerang kesakitan tetapi tak bisa. 

Kudengar suara yang berat, serak dan tak nyaman didengar di kuping sebelah kiriku, “BbEeeERrIIiKaAn TuUBbuHMMmu”. Tubuhku bergetar entah karena ketakutan atau ngeri dengan suaranya yang seperti seseorang yang pita suaranya akan putus. Tenaga dan kesadaranku mulai menghilang. Tetapi di pikiranku muncul gambar-gambar aneh yang tak pernah kulihat. Sebuah kursi yang kosong di ruangan putih , Lelaki yang tak pernah kulihat, dan sebuah benda aneh dengan pisau yang terangkat di puncak benda yang terbuat dari kayu dengan lingkaran yang diisikan kepala seorang wanita berambut coklat terang. Lelaki tersebut mengingatkanku dengan Francis Bonefoy, teman sejak keciku. Lalu gelap dan aku dengar suara seorang anak kecil yang memanggilku dengan suaranya yang cempreng dan manis.

“Aaarthuuur, lo dimanaa?”

Tiba-tiba tenaga dan kesadaranku kembali dan aku dapat bernafas dengan normal. Udara dingin sekelilingku tadi juga sudah hilang, serta tekanan dileherku juga sudah hilang, tetapi aku masih merasakan sakit di leherku yang penuh darah dan bekas tangan. Kuambil sapu tanganku dan melingkarkannya di leherku dengan harapan luka-lukaku takkan terlihat. 

“oh.. hai bodoh.” Tidak kuduga suaraku menciut. Mungkin efek dari pencekikkan tadi. Aku berdoa semoga Alfred tidak menyadari suaraku yang berubah itu.

“Hai Arthur! Kenapa suara lo cempreng? Saking laparnya ya? Hahaha sudah ga sabaran rupanya!” Untunglah dia ini tidak peka, akan repot aku kalau ia mulai bertanya-tanya. Ia meletakkan sepiring salad, sebungkus French Fries dan segelas teh hangat di depanku, dan meletakkan sisanya di depannya. Dia mulai berbicara tentang acara perpisahan yang direncanakan teman-teman sekelasnya bahwa ia akan menyewa sebuah villa di puncak dan membicarakan bahwa ia bingung antara mengambil jurusan Politik atau Perhubungan Luar Negri. Aku hanya perlu mengangguk-angguk dan membalas dengan dehaman.

Setelah makanan kami berdua habis kami beranjak pergi dari Mcd tetapi aku merasa lemas, lunglai dan luka di leherku mulai memerih. Ingin rasanya menyentuh leherku tetapi kulupakan ide itu karena Alfred pasti akan penasaran. 

“Lo kenapa Arthur? Tadi lo kayaknya baik-baik aja. Lo sakit? Perlu gue bantu?” Wajahnya yang penuh kekhawatiran terpampang di depanku. Tidak sanggup untuk berbicara, aku hanya menggangguk lemah padanya. Seketika itu tubuhku terangkat dan ternyata aku sudah digendong ala putri olehnya. Ini. Sungguh. Memalukan. Ini adalah hal yang paling memalukan yang pernah kulakukan. digendong putri oleh seorang cowok.

“TIDAK! Turunkan aku brengsek! Alfred Bodooh! Turunkan!” Dia malah tertawa dan memegang tubuhku erat. 

Apa-apaan kamu?! Ini.. Ini sungguh memalukan! Aku tidak meminta kamu menggendongku! Turunkan!”

Tertawanya tambah menggelegar dan ia mulai berlari ke halte kami tadi.

“Panggil nama gue dulu and mintanya yang sopan ke gue.”

“Enak aja! Tidak mungkin.”

“Ya udah. Pegang erat-erat ya.”

“BODOOOOOH!!”


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to " "

Posting Komentar